pantai

pantai

Selasa, 15 Mei 2012

LELE MASAMO



ACARA I
WAWANCARA







Oleh :
KELOMPOK 1


Ida Mulyani                H1I011005     
                                   







JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012

I.                   PENDAHULUAN
            1.1.        Latar Belakang
            Ikan Lele Masamo merupakan lele asli dari Afrika. Ikan lele ini indukkannya impor langsung dari Afrika pada tahun 2009 akhir. Ikan lele ini sangat baik pertumbuhannya karena dapat panen dalam waktu singkat yaitui 2 bulan. Ikan ini juga lebih tahan penyakit. Ciri ciri ikan lele mashamo afrika yaitu warna badan hitam pekat,bentuk kepala gepeng melonjong (Anonim, 2012).
            PT Matahari Sakti ( MS ) sebagai salah satu produsen pakan ikan ternama di Indonesia membuat gebrakan dengan membuat hatcheri lele masamo (matahari sakti mojokerto). Dalam proses kegiatan breeding, hatchery Masamo banyak mendapat dukungan supervisi dari tenaga-tenaga ahli pencipta lele sangkuriang serta para pakar dari kalangan akademik dan universitas. Masamo Generasi pertama sudah disebarkan terbatas pada customer matahari sakti sebagai hybrid hasil persilangan clarias fuscus/lele taiwan, clarias gariepinus/lele afrika, dan clarias macrocephalus/lele asia tenggara-thailand/big head catfish (Anonim, 2011).
Dalam pembesaran ikan lele masamo digunakan teknologi rekayasa bioflok. Bioflok merupakan teknologi rekayasa dalam pengembangan pakan alternatif di bidang budidaya perikanan. Bioflok adalah teknologi bioflok cemaran dari limbah organik, terutama amoniak dapat dikonversi menjadi protein bioflok, yang selanjutnya bioflok tersebut dapat dimanfaatkan sebagai subsitusi pakan bagi udang yang dibudidayakan. Pemanfaatan teknologi bioflok sangat efisien karena kolam tidak banyak menganti airnya dan dalam pemberian pakan ikan sangat sedikit (Anonim, 2011).
1.2.        Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara budidaya ikan lele masamo.
1.3.  Kegunaan
                  Kegunaan praktikum ini adalah dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang pengembangan pakan alternatif pada ikan dan udang.















II.                TINJAUAN PUSTAKA
Permasalahan utama dalam budidaya ikan adalah penurunan kualitas air kolam akibat masukkan bahan organik terutama sisa pakan yang tidak dimakan oleh udang. Salah satu teknologi yang dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah teknologi bioflok yang dilakukan dengan melibatkan bakteri pembentuk flok dan mikroalga. Pada kolam atau tambak, bioflok dapat terbentuk dari mikroalga, bakteri, dan protozoa yang memanfaatkan senyawa anorganik hasil dekomposisi bahan organik seperti sisa pakan (Nuraeni, 2010).
Kualitas air merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan budidaya tambak udang. Permasalahan menurunnya kualitas air tambak dan kolam yang dipicu oleh pembusukan sisa pakan di dasar tambak dan penyebaran bahan-bahan beracun yang meningkat di dalam tambak. Penggunaan bioflok adalah salah satu solusi untuk memperbaiki kualitas air.  Penurunan kualitas air ini mayoritas disebabkan oleh tingginya akumulasi senyawa toksik seperti amonia dan nitrit. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengendalikan kualitas air ini adalah melalui penggunaan sistem tambak aktif yang memanfaatkan aktivitas komunitas mikroba alami yang disebut sistem bioflok. Keberadaan dan aktivitas bioflok dalam sistem tambak dan kolam sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, salah satunya rasio C/N materi organik di lingkungan perairan (Kartika, 2008).
Salah satu masalah utama yang dihadapai oleh para petambak udang atau kolam saat ini adalah sisa pakan di dasar tambak sehingga meningkatkan konsentrasi amoniak (NH3). Permasalahan lain yang muncul pada petambak udang adalah besarnya biaya produksi akibat besarnya biaya pakan. Kedua permasalahan ini membutuhkan suatu konsep penyelesaian yang efektif dan ramah lingkungan sehingga mampu mempertahankan keberlanjutan daya dukung ekosistem tambak (Febrianti dkk, 2010).
Pemanfaatan teknologi rekayasa bioflok sudah dikembangkan Indonesia contohnya di PT Matahari Sakti Mojokerto. Bioflok ini digunakan pada usaha budidaya pembesaran ikan lele Masamo di Pemalang, Pekalongan, dan Batang, Surabaya, Pasuruan, Kebumen, Tegal dan Brebes. Dalam pemanfaatan teknologi ini mereka para petani ikan dapat menekan biaya produksi sangat rendah sehingga menguntungkan. Rekasaya bioflok dalam budidaya ikan sekarang ini sangat diminati banyak petani ikan karena sangat mudah, dimana kita memanfaatkan probiotik bakteri untuk membantu proses bioflok itu sendiri.











III.             METODOLOGI PRAKTEK
3.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah perekam, alat tulis dan dekomentasi.
3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah ikan lele Masamo.
3.3. Cara Kerja
         Cara kerja yang dilakukan sebagai berikut :
1. Mengumpulan data dengan metode wawancaa kepada narasumber dan survey.
2. Mencari informasi yang terkait topik di bawah ini :
·         Struktur organisasi dan administrasi.
·         Lokasi, sarana prasarana dan peta (Jika ada).
·         Komoditas budidaya.
·         Sistem pemeliharaan.
·         Metode pemberian pakan.
·         Produksi dan pasca panen.
·         Teknologi yang diterapkan.
·         Pakan buatan.

IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Budidaya ikan masamo (Clarias gariepinus)
ü  Budidaya ikan masamo dalam pembesaran berada di Desa Bondan Sari, Kec. Wiradesa, Kab. Pekalongan.
ü  Di tempat tersebut dalam budidaya ikan lele masmo diletakan di in door (di dalam ruangan).
ü  Padat tebar ikan lele ukuran 3-5 cm di kolam ukuran 2x4 m sebanyak 5.000 ekor dengan FCR 0,7-0,8.
ü  Sistem pemeliharaan budidaya tersebut menggunakan kolam terpal dan kolam permanen.
ü  Metode pemberian pakan yaitu dengan pellet yang sudah difermentasi 2 hari diberikan 2 kali sehari.
ü  Produksi dalam pemanenan ketika ikan berukuran 9-12 cm dengan harga jual Rp. 10.250,00/kg.
ü  Teknologi yang diterapkan adalah teknologi rekayasa Bioflok.
ü  Pakan yang diberikan adalah pellet biasa dari pabrik.
ü  Ciri – ciri ikan lele Masamo adalah :
·         Ukuran ikan lebih pendek.
·         Bobot ikan tinggi.
·         Pertumbuhan ikan cepat.
·         Tahan penyakit.
·         Warna ikan kehitaman dan kebiruan.
Cara  budidaya ikan lele Masamo
  • Modal awal 2 juta dengan ukuran benih 3-5 cm kolam 3x4 m dan padat tebarnya 100.000 ekor.
  • Persiapan wadah atau kolam (pengisian air dan pemberian garam 0,5 kg/m3).
  • Didiamkan selama 2 hari dan melakukan pemberian probiotik ( 2kali sebanyak 4 ml/l) selama 6 hari sampai panen.
  • Melakuakan pengurangan air 30% dan pemberian garam 30%. (didiamkan 1 minggu).
  • Melakukan penebaran bibit.
  • Puasakan 1 hari.
  • Pemberian pellet yang sudah difermentasi 2 hari sebanyak 2 kali sehari.
  • Panen.
v  Budidaya ikan lele masamo sistem out door di Desa Susukan Kec. Comal Kab. Pemalang sama seperi di Desa Bondan Sari.
v  Pemanenan dilakukan selama 3 bulan untuk sistem konvensional dengan padat tebar 3000 ekor, dan kolam bioflok 2 bulan dengan padat tebar 4000 ekor dan FCR 0,8.





4.2. Pembahasan
Ikan Lele Masamo Afrika adalah ikan lele indukkannya impor langsung dari Afrika pada tahun 2009 akhir. Ikan lele ini sangat baik pertumbuhannya karena dapat panen dalam waktu singkat yaitui 2 bulan. Ikan ini juga lebih tahan penyakit. Ciri ciri ikan lele mashamo afrika yaitu warna badan hitam pekat,bentuk kepala gepeng melonjong (Anonim, 2012).
PT Matahari Sakti (MS), produsen pakan ikan dan udang di Surabaya, Jatim, tergerak untuk melakukan regenerasi induk dengan membangun hatchery lele di Mojokerto guna membantu pelanggan pakannya. Tahun 2008 PT tersebut impor induk lele Afrika (Clarias gariepinus) dan lele Asia Tenggara, lele Thailand (Clarias macrocephalus). Ada sekitar lima strain yang dikembangkan saat ini di hatchery yang kita beri nama Masamo (Matahari Sakti Mojokerto) (Anonim, 2012).
Kelima strain tersebut dilakukan kawin silang interspesies dan antarpesies. Hibridisasi interspesies berarti lele African disilangkan dengan lele lokal unggul dari spesies yang sama. Hibridisasi antarspesies, C. gariepinus dikawinkan dengan C.macrocephalus. Setelah melalui kawin silang tersebut, dilakukan seleksi yang akhirnya menghasilkan induk Masamo. Induk ini disebarkan ke pembenih plasma Matahari. Dari para pembenih plasma tersebut, para pelanggan MS memperoleh benih sejak awal 2010 untuk dibesarkan (Rochdianto, 2011).  
Keunggulan strain Masamo, terletak pada pertumbuhannya cepat, nafsu makan sangat tinggi, dan pencernaan lebih baik. Lele yang umum jika diberi pakan yang berlebih dari takaran, akan kembung, pecah dan mati karena pakan bisa menimbulkan iritasi di lambung lantaran pakan itu mengembang, Masamo punya toleransi yang tinggi terhadap itu, toleransi terhadap stres dan efisiensi pakannya cukup tinggi.  Nilai konversi pakan (feed conversion ratio-FCR) di bawah 1, berarti 1 kg pakan menghasilkan lele lebih dari 1 kg. FCR yang bagus ini menurunkan biaya produksi dari sisi pakan hingga Rp1.000 per kg lele. Keseragamannya juga cukup baik rata-rata pertumbuhan harian (average daily gain-ADG) tinggi, 1,5—2 g per hari sehingga masa budidayanya lebih singkat 15—25 hari (Anonim, 2011).
Pemberian pakan pada budidaya ikan masamo adalah dengan memberikan pellet yang sudah difermentasi 2 hari. Pemberian probiotik pada pellet dengan cara disemprotkan dapat menimbulkan terjadinya fermentasi pada pelet dan meningkatkan kecepatan pencernaan. Selanjutnya akan meningkatkan konversi pakan ikan, peternak dapat memproduksi lele ukuran layak jual dalam waktu lebih
singkat (60-70 hari), sehingga dapat menekan biaya produksi.
Budidaya ikan lele masamo tersebut menggunakan teknologi bioflok khususnya pada budidaya pembesaran di desa Bondan Sari dan Desa Susukan. Pakan biasanya dipandang sebagai sumber polutan terbesar dalam budidaya, karena ikan atau udang hanya mampu memanfaatkan protein pakan sekitar 25%, sehingga dibutuhkan protein tinggi untuk mengkompensasi pemanfaatan protein yang rendah. Pakan formulasi seringkali hanya ditujukan untuk kepentingan hewan target (ikan atau udang yang dipelihara), satu faktor yang sering diabaikan adalah kontribusi nutrisional terhadap lingkungan. Disistem kolam intensif dengan sedikit atau tanpa ganti air dan bermuatan organik yang berat, seperti petak  kolam, pengaruhnya sangat substansial. Masalah yang sering muncul berhubungan dengan intensifikasi budidaya ikan adalah akumulasi ammonia di air sebagai produk akhir metabolisme yang utama dari katabolisme protein/de-aminasi protein. Intensifikasi budidaya dalam sejarahnya mengandalkan banyak ganti air untuk membuang kotoran-kotoran dan mempertahankan kualitas air. Namun seiring meningkatnya tuntutan perlindungan perairan, larangan pembuangan limbah dan kebutuhan biosecurity, sekarang ini membatasi system flow-through/banyak ganti air (Suprianto, 2010).  
Suatu alternatif treatmen limbah adalah mengintensifkan prosesing microbial terhadap limbah untuk memudahkan mencapai panen yang tinggi dengan sedikit atau tanpa ganti air. Konsep bioflok sangat sederhana : limbah nitrogen yang berpotensial racun diubah menjadi protein bakteri, yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh udang.. dengan demikian udang dapat memanfaatkan protein ganda dari protein pakan dan protein mikroba, yang sebenarnya merupakan suatu recycling protein pakan yang tak termanfaatkan (Suprianto, 2010).
Dalam sistem bioflok memerlukan pengaerasian dan pengadukan kuat untuk terus menjaga suspensi limbah organik di kolom air untuk dicerna oleh bakteri. Bakteri heterotrof aerobik mengkolonisasi partikel limbah organik dan menyerap nitrogen, pospor dan nutrient lain dari air. Proses ini memperbaiki kualitas air dan merecycling limbah karena detritus diperkaya secara bacterial. Partikel flok digumpalkan dengan polisakarida yang dihasilkan bakteri. Bahan-bahan tersuspensi diserap diatas flok bakteri yang terhidrolisa oleh enzim ekstraselular bakteri (Aulia, 2011).
Di sistem budidaya, kandungan oksigen di air lebih dipengaruhi oleh aktifitas alga dan bakteri daripada species budidaya. Dalam sistem ini petani ikan menurunkan atau tanpa ganti air, akibatnya terjadi akumulasi suspensi bahan organik dan bakteri yang lebih tinggi di kolam. Di samping untuk oksigenasi, aerator harus mampu menciptakan pengadukan yang cukup untuk mencegah zone sedimentasi kotoran anaerob sedimen anaerobik akan menghasilkan produk buangan toksik seperti nitrit dan H2S. Apalagi untuk system air laut, dimana kelimpahan sulfat mendukung produksi H2S dibawah kondisi anaerobik.
Bakteri heterotrof mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk mensintesa protein dari karbon organik dan ammonia. Oleh karena itu, sangat krusial bahwa C:N harus sesuai untuk pemanfaatan bakteri. Biasanya pakan regular untuk ikan berprotein tinggi setidaknya 35% dengan C:N rasio rendah sekitar 9:1, sementara bakteri membutuhkan 20 unit karbon per unit nitrogen yang diasimilasikan. C:N rasio bisa ditingkatkan dengan memberikan pakan berprotein rendah (prosentase karbohidrat tinggi) atau dengan penambahan sumber karbohidrat seperti tepung terigu. Selama budidaya hanya dilakukan penambahan air sebagai akibat dari penguapan dan siphon pembuangan lumpur dasar. Karena pergantian air yang sangat minim tsb, maka diupayakan kolam harus kedap air, kolam lapis plastik atau semen (Kartika, 2008).
Padat tebar tinggi (> 100 ekor/m2) memungkinkan input organik yang relatif lebih tinggi untuk pakan udang maupun populasi bakteri, sehingga menghasilkan biomass udang yang tinggi juga. Biomass udang yang lebih tinggi, aktifitas udang akan mengaduk dasar tambak yang menyebabkan lebih banyak ss sehingga kondisi dasar juga lebih bersih. Pembentukan bioflok di bak-bak kecil indoor atau di race way indoor/outdoor jauh lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan di kolam  Beberapa faktor yang berpengaruh adalah pengaerasian dan pengadukan relatif lebih merata/homogen, tak ada titik mati di bak sehingga semua kolom air dan dasar bak teraerasi. Pengaerasian dan pengadukan  sangat krusial dalam sistem ini. Intensitas matahari lebih terbatasi sehingga memungkinkan terjadi pergeseran dari komunitas alga ke komunitas bakteri lebih cepat. Ini sangat penting karena kita berbudidaya di daerah tropis, dimana cahaya matahari berlimpah sepanjang tahun. Kondisi ini (pergeseran komunitas yang lebih cepat) akan mempercepat terciptanya kestabilan kualitas air sehingga udang lebih nyaman untuk hidup. kondisi kolom air dan dasar bak yang selalu terjaga aerobik mampu meminimalisir munculnya senyawa sulfida dan akumulasi sedimentasi dasar lebih mudah manajemen bak kecil, termasuk adjusting C/N rasio (Kartika, 2008).
Posisi kincir, jumlah kincir, jenis dan daya pengoperasiannya ditentukan berdasar efek-efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian, fungsi kincir tak hanya terbatas untuk suplai oksigen semata, namun juga harus mampu menggerakkan air secara efisien dan menopang semua suspensi dalam kolom air. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang jenis kincir dan kemampuannya untuk menciptakan arus air di kolam sehingga mengarah ke berbagai pengupayaan kesempurnaan arus dan gerakan air seperti pengkombinasian jenis kincir dengan sirkulator air, yang didesain bukan untuk menambah oksigen semata (Nuraeni, 2010).
Penting juga diperhatikan bahwa dalam pembentukan bioflok di kolam komersial, adalah harus didesain dari awal, karena sedini mungkin diupayakan terjadi pergeseran komunitas dari dominansi autotrof ke heterotrof. Biasanya, apabila tak disetting dari awal, sistem autotrof sudah sedemikian kuat, plankton sudah blooming dan sangat sulit untuk menggesernya. Pergeseran komunitas di pertengahan budidaya tampaknya juga berresiko menyebabkan lele stress dan membuat udang tak nyaman. Dalam kondisi tersebut ikan lebih rentan terserang penyakit (Sukardi dkk, 2012).













V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Budidaya ikan lele masamo menggunakan teknologi bioflok.
2.      Teknologi rekayasa bioflok merupakan pengembangan pakan alternatif ikan dan udang.
3.      Rekayasa bioflok dapat membantu petani ikan dalam menekan biaya produksi.
5.2. Saran
Sebaiknya dalam budidaya ikan lele masamo sebaiknya tidak hanya lele saja melainkan ikan konsumsi lain seperti ikan mas, patin, gurami dan lain-lain









DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Lele Masamo. Pemalang.

----------. 2012. Penyedia Ikan Lele Masamo Afrika Di Indonesia. Mojokerto.

----------. 2011. Lele Surabaya Madura. Mojokerto.

Aulia. 2011. Pengembangan Sistem Zero Water Dischange Berbasis Teknologi Bioflok (Bakteri Nitrifikasi dan Chaetoceros gracilis) dan Teknologi Probiotik Indigen Halomonas Aquamarina Pada Tahap Nursery Udang Putih. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati. ITB.

Febrianti D. Widiani I. Dan Suryani A.S.. 2010. Pendekatan Teknologi Bioflok (BFT) Berbasis Probiotik Bacillus Pada Tambak Udang Vaname (Litopanaeus Vanamei). IPB.

Nuraeni R. 2010. Teknologi Pembentukan Bioflok dan Potensi Penggunaannya Dalam Budidaya Udang Windu (Panaeus monodon Fab). Abstrak.

Sukardi P. dan Marnani P. 2012. Petunjuk Praktikum Pengembangan Pakan Ikan Alternatif. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Supriyanto. 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik Dalam Pelet Terhadap Pertumbuhan Lele Sangkuriang. FMIPA UNS.

Senin, 14 Mei 2012

Aerasi dan oksigenasi


                                                                                                
                                                                           
AERASI DAN OKSIGENASI

Aerasi adalah pemambahan oksigen ke dalam air sehingga oksigen terlarut di dalam air semakin tinggi. Pada prinsipnya aersi itu mencampurkan air dengan udara atau bahan lain sehingga air yang beroksigen rendah kontak dengan oksigen atau udara. Aerasi merupakan proses pengolahan dimana air dibuat mengalami kontak erat dengan udara dengan tujuan meningkatkan kandungan oksigen dalam air tersebut. Dengan meningkatnya oksigen zat-zat mudah menguap seperti hiddrogen sulfide dan metana yang mempengaruhi rasa dan bau dapat dihilangkan. Kandungan karbondioksida dalam air akan berkurang. Mineral yang larut seprti besi dan mangan akan teroksidasi mementuk endapan yang dapat dihilangkan dengan sedimentasi dan filtrasi.
Proses aerasi merupakan peristiwa terlarutnya oksigen di dalam air. Efektifitas dari aerasi tergantung dari seberapa luas dari permukaan air yang bersinggungan langsung dengan udara. Fungsi utama aerasi adalah melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air dan melepaskan kandunngan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu pengadukan air. Aerasi dapat dipergunakan untuk menghilangkan kandungan gas terlarut, oksidasi besi dan mangan dalam air, mereduksi ammonia dalam air melalui proses nitrifikasi.
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen ke dalam perairan contohnya pada proses aerasi. Sumber utama dalam peraairan adalah hasil difusi langsung dari udara yang terbawa oleh air hujan maupun air masuk dan hasil dari fotosintesis fitoplankton atau tanaman hijau. Daya larut oksigen juga dipengaruhi oleh suhu dan salinitas air. Pada aplikasinya dilapangan aerasi dan oksigenasi dapat dilihat pada earasi tambak pada kincir air.


Upaya untuk memberikan suplai oksigen secara terus menerus hingga memenihi kolom perairan tambak dapat digunakan alat kincir, namun pemakaian yang lebih baik harus memperhatikan flutuasi harian oksigen terlarut dalam tambak dan kondisi ikan atau udang pemeliharaan. Semakin banyak atau besar ukuran udang atau ikan peliharaan semakin besar pula kebutuhan oksigen. Aerasi dan oksigenasi banyak digunakan pada tambak-tambak atau kolam-kolam ikan dan udang untuk keperluan pemambahan oksigen. Selain untuk menyalurkan oksigen secara merata di perairan kolam atau tambak proses aerasi dan oksigenasi juga dapat meratakan suhu di perairan tersebut. Proses aerasi dan oksigenasi pada tambak sangat diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup udang.

KJA


                                                                                    Nama : Ida Mulyani
                                                                                    NIM   : H1I011005
                                                                                    Tugas : Rekayasa Akuakultur 


Berkembangnya usaha pembesaran ikan dalam KJA selain berpengaruh pada aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat, juga berdampak pada aspek lingkungan perairan tersebut baik yang bersifat positif maupun negatif, langsung maupun tidak langsung. Walaupun ikan-ikan karang termasuk sumberdaya dapat pulih (renewable resources), tidak berarti bahwa sumberdaya ini dapat dieksploitasi secara berlebihan, apalagi dengan cara-cara yang merusak. Upaya eksploitasi (fishing effort) lebih besar dari pada tangkapan optimum (Maximum Sustainable Yield, MSY), akan terjadi pemanfaatan yang berlebihan (over exploitated). Gejala tangkap lebih (overfishing) yang disertai menurunnya daya dukung lingkungan dapat mengancam kapasitas keberlanjutan ikan-ikan ekonomis dan bahkan dapat terjadi kepunahan. Gejala tangkap lebih umumnya terjadi di wilayah pesisir yang padat penduduknya dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya pesisir dan laut. Solusi dalam permasalahan tersebut dilakukan dengan melakukan usaha budidaya di keramba jaring apung (Anomim, 2010).



Keramba merupakan wadah atau tempat budidaya ikan atau udang yang ada di perairan darat maupun perairan laut. Teknologi budidaya keramba sekarang ini ada 4 macam yaitu:
1.      KJA yang mengapung di laut (salmon cages/Scottish quality salmon)
2.      KJA yang ditarik dengan menggunakan dua kapal
3.      KJA yang menancap sampai ke dasar perairan
4.      KJA yang berada di sungai
Semua jenis keramba jaring apung tersebut sangat bagus tergantung pada jenis ikan atau udang yang akan dibudidayakan.  Jenis keramba yang cocok untuk budidaya ikan atau udang adalah pada jenis atau tipe yang pertama yaitu KJA yang mengapung di laut (salmon cages/Scottish quality salmon). Pada KJA tersebut mempunyai bentuk yang bulat dan ukurannya besar, tidak mudah lapuk dan kuat.  
Salah satu faktor penting dalam usaha pembesaran ikan dalam KJA adalah menjaga agar kualitas air tetap dalam keadaan yang optimal atau tidak terjadi perubahan atau penurunan secara drastis. Untuk mengetahui pengaruh usaha pembesaran ikan dalam KJA terhadap perubahan kualitas air, dilakukan pengamatan parameter utama kualitas fisik perairan, yaitu kecepatan arus, suhu, salinitas dan kecerahan air. Ke empat paramater tersebut merupakan parameter utama kualitas air yang penting bagi biota laut (Nazam, 2004).
Beberapa faktor yang menyebabkan kualitas fisik perairan tetap dalam kondisi stabil, antara lain : jumlah unit KJA jenis ini masih sedikit, jarak antara unit KJA yang satu dengan lainnya masih cukup renggang, sifat air laut yang selalu bergerak karena adanya arus pasang dan arus surut, memungkinkan sirkulasi air laut cukup lancar, kedalaman air di sekitar KJA estándar budidaya keramba, sehingga cukup memberi ruang gerak bagi arus air laut di bawah KJA,  jenis pakan yang diberikan berupa pellet atau ikan rucah segar dengan sistem pemberian sedikit demi sedikit, memungkinkan sisa pakan yang terbuang dapat diminimalkan serta banyaknya ikan-ikan liar dan organisme pemangsa ikan yang terdapat di bawah jaring yang memanfaatkan sisa-sisa pakan yang terbuang, sehingga sisa pakan yang terbuang tidak sampai ke dasar perairan. Bila kondisi kepadatan KJA yang tinggi, maka penggunaan pakan pellet atau ikan rucah secara intensif, berpotensi menimbulkan pencemaran. Hal ini disebabkan oleh proses dekomposisi sisa pakan dan kotoran ikan yang tertimbun di dasar perairan. Proses dekomposisi bahan organik akan menyebabkan terjadinya penyuburan (eutrofikasi) yang pada akhirnya akan menyebabkan masalah rendahnya kadar oksigen terlarut di dasar perairan dan seringkali menyebabkan kematian massal pada ikan peliharaan. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah adanya menejemen pemberian pakan ikan atau udang secara intensif dan pakan harus disesuaikan dengan nutrisi jenis ikan yang dibudidayakan sehingga pakan tidak terbuang sia-sia (Nazam,2004).



DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. KJA Aquatec. www.aquatec.co.id. Diakses 8 April 2012.
Nazam, M. 2004. Analisis Aspek Lingkungan Usaha Pembesaran Ikan Dalam Keramba Jaring Apung (Kasus Di Teluk Ekas, Lombok Timur). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.