ACARA I
WAWANCARA
Oleh :
KELOMPOK 1
Ida Mulyani H1I011005
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan Lele Masamo merupakan lele asli dari Afrika.
Ikan lele ini indukkannya impor langsung dari Afrika pada tahun 2009 akhir. Ikan
lele ini sangat baik pertumbuhannya karena dapat panen dalam waktu singkat
yaitui 2 bulan. Ikan ini juga lebih tahan penyakit. Ciri ciri ikan lele mashamo
afrika yaitu warna badan hitam pekat,bentuk kepala gepeng melonjong (Anonim,
2012).
PT Matahari Sakti ( MS ) sebagai salah satu produsen
pakan ikan ternama di Indonesia membuat gebrakan dengan membuat hatcheri lele
masamo (matahari sakti mojokerto). Dalam proses kegiatan breeding, hatchery
Masamo banyak mendapat dukungan supervisi dari tenaga-tenaga ahli pencipta lele
sangkuriang serta para pakar dari kalangan akademik dan universitas. Masamo
Generasi pertama sudah disebarkan terbatas pada customer matahari sakti sebagai
hybrid hasil persilangan clarias fuscus/lele taiwan, clarias gariepinus/lele
afrika, dan clarias macrocephalus/lele asia tenggara-thailand/big head catfish
(Anonim, 2011).
Dalam pembesaran ikan lele masamo digunakan teknologi
rekayasa bioflok. Bioflok merupakan teknologi rekayasa dalam pengembangan pakan
alternatif di bidang budidaya perikanan. Bioflok adalah teknologi bioflok
cemaran dari limbah organik, terutama amoniak dapat dikonversi menjadi protein
bioflok, yang selanjutnya bioflok tersebut dapat dimanfaatkan sebagai subsitusi
pakan bagi udang yang dibudidayakan. Pemanfaatan teknologi bioflok sangat
efisien karena kolam tidak banyak menganti airnya dan dalam pemberian pakan
ikan sangat sedikit (Anonim, 2011).
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk
mengetahui bagaimana cara budidaya ikan lele masamo.
1.3. Kegunaan
Kegunaan praktikum ini adalah dapat
menambah pengetahuan dan wawasan tentang pengembangan pakan alternatif pada
ikan dan udang.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Permasalahan utama dalam budidaya ikan adalah penurunan kualitas air
kolam akibat masukkan bahan organik terutama sisa pakan yang tidak dimakan oleh
udang. Salah satu teknologi yang dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah
teknologi bioflok yang dilakukan dengan melibatkan bakteri pembentuk flok dan mikroalga.
Pada kolam atau tambak, bioflok dapat terbentuk dari mikroalga, bakteri, dan
protozoa yang memanfaatkan senyawa anorganik hasil dekomposisi bahan organik
seperti sisa pakan (Nuraeni, 2010).
Kualitas air merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan
budidaya tambak udang. Permasalahan menurunnya kualitas air tambak dan kolam
yang dipicu oleh pembusukan sisa pakan di dasar tambak dan penyebaran bahan-bahan
beracun yang meningkat di dalam tambak. Penggunaan bioflok adalah salah satu
solusi untuk memperbaiki kualitas air. Penurunan
kualitas air ini mayoritas disebabkan oleh tingginya akumulasi senyawa toksik
seperti amonia dan nitrit. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengendalikan
kualitas air ini adalah melalui penggunaan sistem tambak aktif yang memanfaatkan
aktivitas komunitas mikroba alami yang disebut sistem bioflok. Keberadaan dan
aktivitas bioflok dalam sistem tambak dan kolam sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, salah satunya rasio C/N materi organik di lingkungan perairan (Kartika,
2008).
Salah satu masalah utama yang
dihadapai oleh para petambak udang atau kolam saat ini adalah sisa pakan di
dasar tambak sehingga meningkatkan konsentrasi amoniak (NH3). Permasalahan lain
yang muncul pada petambak udang adalah besarnya biaya produksi akibat besarnya
biaya pakan. Kedua permasalahan ini membutuhkan suatu konsep penyelesaian yang
efektif dan ramah lingkungan sehingga mampu mempertahankan keberlanjutan daya
dukung ekosistem tambak (Febrianti dkk, 2010).
Pemanfaatan teknologi rekayasa
bioflok sudah dikembangkan Indonesia contohnya di PT Matahari Sakti Mojokerto. Bioflok
ini digunakan pada usaha budidaya pembesaran ikan lele Masamo di Pemalang,
Pekalongan, dan Batang, Surabaya, Pasuruan, Kebumen, Tegal dan Brebes. Dalam pemanfaatan
teknologi ini mereka para petani ikan dapat menekan biaya produksi sangat
rendah sehingga menguntungkan. Rekasaya bioflok dalam budidaya ikan sekarang
ini sangat diminati banyak petani ikan karena sangat mudah, dimana kita
memanfaatkan probiotik bakteri untuk membantu proses bioflok itu sendiri.
III.
METODOLOGI PRAKTEK
3.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam
praktikum adalah perekam, alat tulis dan dekomentasi.
3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan
dalam praktikum adalah ikan lele Masamo.
3.3. Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan sebagai berikut
:
1. Mengumpulan data dengan metode wawancaa
kepada narasumber dan survey.
2. Mencari informasi yang terkait topik di bawah
ini :
·
Struktur
organisasi dan administrasi.
·
Lokasi,
sarana prasarana dan peta (Jika ada).
·
Komoditas
budidaya.
·
Sistem
pemeliharaan.
·
Metode
pemberian pakan.
·
Produksi
dan pasca panen.
·
Teknologi
yang diterapkan.
·
Pakan
buatan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Budidaya ikan masamo (Clarias gariepinus)
ü Budidaya ikan
masamo dalam pembesaran berada di Desa Bondan Sari, Kec. Wiradesa, Kab.
Pekalongan.
ü Di tempat
tersebut dalam budidaya ikan lele masmo diletakan di in door (di dalam ruangan).
ü Padat tebar ikan
lele ukuran 3-5 cm di kolam ukuran 2x4 m sebanyak 5.000 ekor dengan FCR
0,7-0,8.
ü Sistem pemeliharaan
budidaya tersebut menggunakan kolam terpal dan kolam permanen.
ü Metode pemberian
pakan yaitu dengan pellet yang sudah difermentasi 2 hari diberikan 2 kali
sehari.
ü Produksi dalam
pemanenan ketika ikan berukuran 9-12 cm dengan harga jual Rp. 10.250,00/kg.
ü Teknologi yang
diterapkan adalah teknologi rekayasa Bioflok.
ü Pakan yang
diberikan adalah pellet biasa dari pabrik.
ü Ciri – ciri ikan
lele Masamo adalah :
·
Ukuran ikan lebih pendek.
·
Bobot ikan tinggi.
·
Pertumbuhan ikan cepat.
·
Tahan penyakit.
·
Warna ikan kehitaman dan kebiruan.
Cara budidaya ikan lele Masamo
- Modal awal 2 juta dengan ukuran benih 3-5 cm kolam 3x4 m dan padat tebarnya 100.000 ekor.
- Persiapan wadah atau kolam (pengisian air dan pemberian garam 0,5 kg/m3).
- Didiamkan selama 2 hari dan melakukan pemberian probiotik ( 2kali sebanyak 4 ml/l) selama 6 hari sampai panen.
- Melakuakan pengurangan air 30% dan pemberian garam 30%. (didiamkan 1 minggu).
- Melakukan penebaran bibit.
- Puasakan 1 hari.
- Pemberian pellet yang sudah difermentasi 2 hari sebanyak 2 kali sehari.
- Panen.
v Budidaya ikan
lele masamo sistem out door di Desa Susukan Kec. Comal Kab. Pemalang sama
seperi di Desa Bondan Sari.
v Pemanenan dilakukan
selama 3 bulan untuk sistem konvensional dengan padat tebar 3000 ekor, dan
kolam bioflok 2 bulan dengan padat tebar 4000 ekor dan FCR 0,8.
4.2. Pembahasan
Ikan
Lele Masamo Afrika adalah ikan lele indukkannya impor langsung dari Afrika pada
tahun 2009 akhir. Ikan lele ini sangat baik pertumbuhannya karena dapat panen
dalam waktu singkat yaitui 2 bulan. Ikan ini juga lebih tahan penyakit. Ciri
ciri ikan lele mashamo afrika yaitu warna badan hitam pekat,bentuk kepala
gepeng melonjong (Anonim, 2012).
PT Matahari Sakti (MS), produsen pakan
ikan dan udang di Surabaya, Jatim, tergerak untuk melakukan regenerasi induk
dengan membangun hatchery lele di Mojokerto guna membantu pelanggan pakannya.
Tahun 2008 PT tersebut impor induk lele Afrika (Clarias gariepinus) dan lele Asia
Tenggara, lele Thailand (Clarias
macrocephalus). Ada sekitar lima
strain yang dikembangkan saat
ini di hatchery yang kita beri nama Masamo (Matahari Sakti Mojokerto) (Anonim,
2012).
Kelima strain tersebut dilakukan kawin
silang interspesies dan antarpesies. Hibridisasi interspesies berarti lele
African disilangkan dengan lele lokal unggul dari spesies yang sama.
Hibridisasi antarspesies, C. gariepinus
dikawinkan dengan C.macrocephalus.
Setelah melalui kawin silang tersebut, dilakukan seleksi yang akhirnya
menghasilkan induk Masamo. Induk ini disebarkan ke pembenih plasma Matahari.
Dari para pembenih plasma tersebut, para pelanggan MS memperoleh benih sejak
awal 2010 untuk dibesarkan (Rochdianto, 2011).
Keunggulan strain Masamo, terletak pada
pertumbuhannya cepat, nafsu makan sangat tinggi, dan pencernaan lebih baik. Lele
yang umum jika diberi pakan yang berlebih dari takaran, akan kembung, pecah dan
mati karena pakan bisa menimbulkan iritasi di lambung lantaran pakan itu
mengembang, Masamo punya toleransi yang tinggi terhadap itu, toleransi terhadap stres dan efisiensi
pakannya cukup tinggi. Nilai konversi
pakan (feed conversion ratio-FCR) di
bawah 1, berarti 1 kg pakan
menghasilkan lele lebih dari 1 kg. FCR yang bagus ini menurunkan biaya produksi dari sisi pakan hingga
Rp1.000 per kg lele. Keseragamannya juga cukup baik rata-rata pertumbuhan harian (average daily gain-ADG) tinggi, 1,5—2 g
per hari sehingga masa budidayanya lebih singkat 15—25 hari (Anonim,
2011).
Pemberian
pakan pada budidaya ikan masamo adalah dengan memberikan pellet yang sudah
difermentasi 2 hari. Pemberian
probiotik pada pellet dengan cara disemprotkan dapat menimbulkan terjadinya
fermentasi pada pelet dan
meningkatkan kecepatan pencernaan. Selanjutnya akan meningkatkan konversi pakan ikan, peternak dapat
memproduksi lele ukuran layak jual dalam waktu lebih
singkat (60-70 hari), sehingga dapat
menekan biaya produksi.
Budidaya
ikan lele masamo tersebut menggunakan teknologi bioflok khususnya pada budidaya
pembesaran di desa Bondan Sari dan Desa Susukan. Pakan biasanya dipandang
sebagai sumber polutan terbesar dalam budidaya, karena ikan atau udang hanya
mampu memanfaatkan protein pakan sekitar 25%, sehingga dibutuhkan protein
tinggi untuk mengkompensasi pemanfaatan protein yang rendah. Pakan formulasi
seringkali hanya ditujukan untuk kepentingan hewan target (ikan atau udang yang
dipelihara), satu faktor yang sering diabaikan adalah kontribusi nutrisional
terhadap lingkungan. Disistem kolam intensif dengan sedikit atau tanpa ganti
air dan bermuatan organik yang berat, seperti petak kolam, pengaruhnya sangat substansial. Masalah
yang sering muncul berhubungan dengan intensifikasi budidaya ikan adalah
akumulasi ammonia di air sebagai produk akhir metabolisme yang utama dari
katabolisme protein/de-aminasi protein. Intensifikasi budidaya dalam sejarahnya
mengandalkan banyak ganti air untuk membuang kotoran-kotoran dan mempertahankan
kualitas air. Namun seiring meningkatnya tuntutan perlindungan perairan,
larangan pembuangan limbah dan kebutuhan biosecurity, sekarang ini membatasi
system flow-through/banyak ganti air (Suprianto, 2010).
Suatu
alternatif treatmen limbah adalah mengintensifkan prosesing microbial terhadap
limbah untuk memudahkan mencapai panen yang tinggi dengan sedikit atau tanpa
ganti air. Konsep bioflok sangat sederhana : limbah nitrogen yang berpotensial
racun diubah menjadi protein bakteri, yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh
udang.. dengan demikian udang dapat memanfaatkan protein ganda dari protein
pakan dan protein mikroba, yang sebenarnya merupakan suatu recycling protein
pakan yang tak termanfaatkan (Suprianto, 2010).
Dalam
sistem bioflok memerlukan pengaerasian dan pengadukan kuat untuk terus menjaga
suspensi limbah organik di kolom air untuk dicerna oleh bakteri. Bakteri
heterotrof aerobik mengkolonisasi partikel limbah organik dan menyerap
nitrogen, pospor dan nutrient lain dari air. Proses ini memperbaiki kualitas air
dan merecycling limbah karena detritus diperkaya secara bacterial. Partikel
flok digumpalkan dengan polisakarida yang dihasilkan bakteri. Bahan-bahan
tersuspensi diserap diatas flok bakteri yang terhidrolisa oleh enzim
ekstraselular bakteri (Aulia, 2011).
Di
sistem budidaya, kandungan oksigen di air lebih dipengaruhi oleh aktifitas alga
dan bakteri daripada species budidaya. Dalam sistem ini petani ikan menurunkan
atau tanpa ganti air, akibatnya terjadi akumulasi suspensi bahan organik dan
bakteri yang lebih tinggi di kolam. Di samping untuk oksigenasi, aerator harus
mampu menciptakan pengadukan yang cukup untuk mencegah zone sedimentasi kotoran
anaerob sedimen anaerobik akan menghasilkan produk buangan toksik seperti
nitrit dan H2S. Apalagi untuk system air laut, dimana kelimpahan
sulfat mendukung produksi H2S dibawah kondisi anaerobik.
Bakteri
heterotrof mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk mensintesa protein dari
karbon organik dan ammonia. Oleh karena itu, sangat krusial bahwa C:N harus
sesuai untuk pemanfaatan bakteri. Biasanya pakan regular untuk ikan berprotein
tinggi setidaknya 35% dengan C:N rasio rendah sekitar 9:1, sementara bakteri
membutuhkan 20 unit karbon per unit nitrogen yang diasimilasikan. C:N rasio
bisa ditingkatkan dengan memberikan pakan berprotein rendah (prosentase
karbohidrat tinggi) atau dengan penambahan sumber karbohidrat seperti tepung
terigu. Selama budidaya hanya dilakukan penambahan air sebagai akibat dari
penguapan dan siphon pembuangan lumpur dasar. Karena pergantian air yang sangat
minim tsb, maka diupayakan kolam harus kedap air, kolam lapis plastik atau
semen (Kartika, 2008).
Padat
tebar tinggi (> 100 ekor/m2) memungkinkan input organik yang relatif lebih
tinggi untuk pakan udang maupun populasi bakteri, sehingga menghasilkan biomass
udang yang tinggi juga. Biomass udang yang lebih tinggi, aktifitas udang akan
mengaduk dasar tambak yang menyebabkan lebih banyak ss sehingga kondisi dasar
juga lebih bersih. Pembentukan bioflok di bak-bak kecil indoor atau di race way
indoor/outdoor jauh lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan di kolam Beberapa faktor yang berpengaruh adalah pengaerasian
dan pengadukan relatif lebih merata/homogen, tak ada titik mati di bak sehingga
semua kolom air dan dasar bak teraerasi. Pengaerasian dan pengadukan sangat krusial dalam sistem ini. Intensitas
matahari lebih terbatasi sehingga memungkinkan terjadi pergeseran dari
komunitas alga ke komunitas bakteri lebih cepat. Ini sangat penting karena kita
berbudidaya di daerah tropis, dimana cahaya matahari berlimpah sepanjang tahun.
Kondisi ini (pergeseran komunitas yang lebih cepat) akan mempercepat
terciptanya kestabilan kualitas air sehingga udang lebih nyaman untuk hidup. kondisi
kolom air dan dasar bak yang selalu terjaga aerobik mampu meminimalisir
munculnya senyawa sulfida dan akumulasi sedimentasi dasar lebih mudah manajemen
bak kecil, termasuk adjusting C/N rasio (Kartika, 2008).
Posisi
kincir, jumlah kincir, jenis dan daya pengoperasiannya ditentukan berdasar
efek-efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian, fungsi kincir tak hanya
terbatas untuk suplai oksigen semata, namun juga harus mampu menggerakkan air secara
efisien dan menopang semua suspensi dalam kolom air. Untuk itu diperlukan
pemahaman tentang jenis kincir dan kemampuannya untuk menciptakan arus air di
kolam sehingga mengarah ke berbagai pengupayaan kesempurnaan arus dan gerakan
air seperti pengkombinasian jenis kincir dengan sirkulator air, yang didesain
bukan untuk menambah oksigen semata (Nuraeni, 2010).
Penting
juga diperhatikan bahwa dalam pembentukan bioflok di kolam komersial, adalah
harus didesain dari awal, karena sedini mungkin diupayakan terjadi pergeseran
komunitas dari dominansi autotrof ke heterotrof. Biasanya, apabila tak
disetting dari awal, sistem autotrof sudah sedemikian kuat, plankton sudah
blooming dan sangat sulit untuk menggesernya. Pergeseran komunitas di
pertengahan budidaya tampaknya juga berresiko menyebabkan lele stress dan
membuat udang tak nyaman. Dalam kondisi tersebut ikan lebih rentan terserang penyakit
(Sukardi dkk, 2012).
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Budidaya ikan lele masamo menggunakan
teknologi bioflok.
2. Teknologi rekayasa bioflok merupakan
pengembangan pakan alternatif ikan dan udang.
3. Rekayasa bioflok dapat membantu petani
ikan dalam menekan biaya produksi.
5.2. Saran
Sebaiknya dalam budidaya ikan lele masamo
sebaiknya tidak hanya lele saja melainkan ikan konsumsi lain seperti ikan mas,
patin, gurami dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Lele Masamo. Pemalang.
----------. 2012. Penyedia Ikan Lele Masamo Afrika Di Indonesia. Mojokerto.
----------.
2011. Lele Surabaya Madura.
Mojokerto.
Aulia. 2011. Pengembangan Sistem Zero
Water Dischange Berbasis Teknologi Bioflok (Bakteri Nitrifikasi dan Chaetoceros
gracilis) dan Teknologi Probiotik Indigen Halomonas Aquamarina Pada Tahap
Nursery Udang Putih. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati. ITB.
Febrianti D. Widiani I. Dan Suryani A.S.. 2010. Pendekatan Teknologi Bioflok (BFT) Berbasis Probiotik Bacillus Pada
Tambak Udang Vaname (Litopanaeus Vanamei). IPB.
Nuraeni R. 2010. Teknologi Pembentukan
Bioflok dan Potensi Penggunaannya Dalam Budidaya Udang Windu (Panaeus monodon
Fab). Abstrak.
Sukardi P. dan Marnani P. 2012. Petunjuk Praktikum Pengembangan Pakan Ikan
Alternatif. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Supriyanto. 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik Dalam Pelet Terhadap Pertumbuhan Lele
Sangkuriang. FMIPA UNS.
Uyeee keren sekale
BalasHapusdapet memberi manfaat :-)
ckkckckck semoga bermanfaat yahh ^_^
BalasHapusmbak bro kasih tau proses terjadinya biofok ya . . .
BalasHapusSaya memfokuskan usaha pada
BalasHapuspembenihan bibit lele
sangkuriang.
Bagi yang membutuhkan bibit
lele
sangkuriang. Untuk wilayah Solo
dan
sekitarnya saya antar gratis.
Bibit
berkualitas karena dari indukan
bersertifikat dari BBAT. Kami
siap
membantu Anda sukses dalam
berternak lele. Konsultasi gratis.
Saya tidak menjual bibit saja.
Bibit
yg saya kirim. Bila sudah panen
akan
saya beli bila Anda kesulitan
menjual. Bila Anda butuh lele
konsumsi saya juga siap. Semua
harga bisa dinego. Pelanggan
adlah raja. Saya ingin Anda
untung besar, kapanpun Anda
sms pasti secepatnya kami
balas, pelayanan kami adalh yg
utama. Anda sukses saya jg ikut
sukses itu prinsip saya. Hub
085642057643
alamat Ngablak Rt/Rw 03/06,
Karangmojo, Tasikmadu,
Karanganyar, Solo
meganmahmud@gmail.com
BalasHapus