KULTUR FITOLANKTON Chlorella
sp. SKALA LABORATORIUM
Pendahuluan
Sejalan dengan
pesatnya usaha perikanan, dirasakan sangat besar peranan pakan bagi
usaha budidaya ikan, khususnya pada usaha pembenihan ikan. Hal ini dapat dipahami karena jika di awal hidupnya
tidak menemukan pakan yang ukurannya sesuai dengan bukaan mulutnya maka ikan
tersebut diperkirakan tidak dapat meneruskan hidupnya. Ketersediaan pakan yang
berkualitas baik dengan ukuran yang disesuaikan dengan bukaan mulut ikan sangat
diperlukan agar angka mortalitas benih dapat ditekan serendah mungkin.
Pakan merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme yang
dibudidayakan. Ketika dalam kondisi normal di alam, keanekaragaman pakan hidup
(fitoplankton dan zooplankton) tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat
dimanfaatkan dengan efisien. Setiap jenis ikan kebutuhan pakan akan tercukupi,
karena ikan mempunyai daya jelajah pada spektrum yang relatif luas.
Permasalahan akan kebutuhan pakan biasanya baru akan muncul ketika organisme
berada dalam lingkungan budidaya.(Lamadi, 2009). Ketersedian pakan akan
berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Jumlah
pakan yang dibutuhkan oleh ikan setiap harinya berhubungan erat dengan ukuran berat
dan umur ikan.(Erlina et
al., 2003).
Ketika ukuran dan umur ikan masih kecil, ikan membutuhkan banyak pasokan pakan
yang cukup banyak dan harus disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut ikan. Pakan yang cocok untuk
ikan tersebut adalah pakan alami.
Ketersediaan
pakan alami di suatu hatchery harus dalam jumlah yang memadai tepat waktu dan
berkesinambungan. Plankton merupakan pakan alami yang baik bagi larva ikan
ataupun udang pada fase awal pengenalan makanan. Salah satu jenis pakan alami
yang sering dibudidayakan yaitu: Chlorella
Sp. Masalah klasik yang sering dihadapi oleh pembudidaya ikan atau udang adalah
tingginya tingkat kematian larva. Larva udang atau ikan harus mendapatkan
makanan dari luar, karena pada stadia ini kuning telur yang dibawa dari lahir
habis, sehingga suplai pakan dari luar adalah faktor penting dalam usaha
pemeliharaan larva udang selanjutnya. Hampir sebagian besar pembenihan yang ada
di Indonesia melakukan kultur untuk penyediaan pakan alami dari jenis Chlorella Sp. (Erlina
et al., 2003).
Chlorella merupakan tumbuhan
bersel tunggal yang memiliki inti sejati, dan tergolong tumbuhan tingkat
rendah. Chlorella juga disebut dengan
alga hijau dan dapat hidup di perairan air tawar, dan perairan air laut.
Perkembangbiakan Chlorella terjadi
secara aseksual, yaitu dengan pembelahan sel atau bisa juga dengan mengeluarkan
spora dari induknya. Chlorella
sebagai pakan alami ikan ini juga memiliki beberapa keuntungan, seperti mudah
dibudidayakan, ukuran yang relatif sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan,
kemampuan berkembangbiak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat sehingga
ketersediaannya dapat terjamin sepanjang waktu dan biaya yang relatif murah.(Siregar,2010).
Pakan alami terutama fitoplankton adalah
jasad-jasad renik yang melayang dalam air tidak bergerak atau bergerak sedikit
dan selalu mengikuti arus. Salah satu pengembangan budidaya pakan alami adalah
fitoplankton dari jenis Chlorella.
Jenis ini banyak digunakan dalam pembenihan organisme laut dihampir semua
hatchery sebagai pakan yang langsung diberikan pada benih ikan atau udang.
Menurut Anonim, (2011) Klasifikasi Chlorella
vulgaris adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Family : Oocystaceae
Genus : Chlorella
Spesies : Chlorella
sp.
Mengenai pertumbuhan Chlorella yang dinamis merupakan hal penting untuk mencapai
produksi fitoplankton ini secara tetap. Ciri-ciri pertumbuhan fitoplankton
secara umum ditandai dengan empat fase yang terpisah yaitu sebagai berikut :
1.
Fase Induksi (Istirahat)
Fase induksi disebut juga sebagai fase istirahat, dimana
pada fase ini inokulum yang dimasukkan melakukan metabolism namun belum terjadi
pertambahan sel sehingga kepadatannya belum meningkat. Fase ini fitoplankton
aktif melakukan sintesa protein dan mulai menyerap nutrient yang terdapat pada
media kultur. (Erlina et
al., 2003).
2.
Fase Eksponensial
Fase eksponensial merupakan fase dimana fitoplankton
memiliki laju pertumbuhan tetap. Fase ini sel bereproduksi secara cepat, dengan
pertumbuhan populasi mencapai maksimal.
3.
Fase Stasioner
Fase ini merupakan fase dimana pertumbuhan mulai mengalami
penurunan dibandingkan dengan fase eksponensial. Pada fase ini laju reproduksi
seimbang dengan laju kematian, dengan demikian laju pertumbuhan fitoplankton
tetap.
4.
Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat dari pada laju
produksi, sehingga jumlah sel menurun. Penurunan kepadatan fitoplankton
ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh temperatur,
cahaya, pH, jumlah nutrien yang ada dan lain-lain.
Beberapa
factor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup Chlorella yaitu:
a. Suhu
Suhu merupakan salah
satu factor yang mempengaruhi tingkat metabolisme suatu organisme. Suhu optimal
bagi Chlorella biasanya 26-290C.
pemindahan bibit Chlorella dari ruang
kultur penyediaan bibit untuk kultur selanjutnya sampai kultur missal sebaiknya
dilakukan pada pagi hari tujuannya untuk menghindari stress bila suhu berubah
secara mendadak.
b. Cahaya
Pertumbuhan
fitoplankton sangat dipengaruhi oleh adanya intensitas cahaya matahari yang
digunakan untuk proses fotosintesis. Biasanya dalam kultur skala laboratorium
ruang kultur diberikan intensitas cahaya berkisar antara 500-5000 lux. Namun
apabila untuk skala massal di ruang terbuka intensitas cahaya lebih baik
diberikan dibawah 10.000 lux.
c.
Salinitas
Salinitas atau kadar
garam sangat penting diperhatikan dalam kultur fitoplankton khususnnya Chlorella air laut atau air payau.
Salinitas yang berubah-ubah dalam air dapat menimbulkan hambatan bagi kultur
fitoplankton, sehingga harus diperhatikan dalam menentukan salinitas yang
optimum bagi pertumbuhan Chlorella.
d. Oksigen,
Karbondioksida, dan pH
Dalam proses
fotosintesis, fitoplanton sebenarnya memproduksi oksigen lebih banyak daripada
yang digunkan, namun dengan pemberian aerasi sudah melebihi kebutuhan.
Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup untuk kultur
fitoplankton. Memberikan aerasi yang mengandung karbondioksida dapat
mengembalikan kadar karbondioksida dalam air. Biasanya pula pH yang dibutuhkan
oleh fitoplanton air laut antara 7,5-8.
e.
Lingkungan yang bersih
Lingkungan yang bersih
dan steril merupakan keharusan dalam pemeliharaan kultur fitoplankton khususnya
kultur murni. Sterilisasi dapat menggunakan bahan kimia, disinfektan, UV dll.
f.
Kebutuhan unsur hara
Kebutuhan unsur hara
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan Chlorella
ini sangat penting. Unsure hara itu sendiri terdiri dari makronutrien dan
mikronutrien. Nitrat dan fosfat merupakan bahan pupuk dasar yang mempengaruhi
pertumbuhan fitoplankton dan biasanya digolongkan sebagai makronutrien. Nitrat
adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik air laut maupun air
tawar. Mikronutrien itu sendiri merupakan bahan-bahan pupuk yang sangat rendah
kadarnya. Bahan tersebut berupa bahan anorganik dan organik yang ada di alam.
Teknik
kultur
Alat-alat
dan peralatan gelas yang diperlukan :
Peralatan utama yang diperlukan adalah:
-Autoklaf untuk sterilisasi wadah dan media
kultur
- Mikroskup
- Timbangan dengan kepekaan sedikitnya 10 mg
- Pompa udara atau blower
- Kompor
- Saringan plankton
- Haemacytometer dan hand tally counter untuk
menghitung sel
- Kertas pH, refraktometer
- AC
- Kotak isolasi
- Alat pengaduk magnetic dan hot plate
Wadah kultur
- Tabung gelas
- Cawan petri dan tabung Erlenmeyer
- Botol volume 1-20 liter
Lain-lain
- Gelas ukur, beker glas, pipet, pengaduk kaca
dan tabung reaksi
- Kapas, tissue, tabung plastic, kain kasa
steril, kertas aluminium, jarum osse
- Dissecting kit
- Chlorine test kit dengan tingkat kepekaan 1
ppm
Sterilisasi
Semua peralatan yang digunakan untuk
isolasi, pemindahan dan pemeliharaan kultur murni harus dilakukan sterilisasi
termasuk juga peralatan gelas, kapas, kain kasa steril dan media cair atau
padat. Sterilisasi dapat dilakukan dengan autokaf pada suhu 121 0C
dalam uap air dengan tekanan 1 kg/cm2 selama ± 45 menit. Sebelum
dimasukkan ke dalam autoklaf, semua peralatan harus dibungkus terlebih dahulu
menggunakan kertas aluminium. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1000
C selama 20 menit sebelum digunakan, pembungkus dibuka bila akan digunakan.
Tabung reaksi, pipet, tabung plastic dll
juga dapat disterilkan melalui pencucian dengan HCl kadar 10-50 % selama
beberapa jam. Dalam kultur alga atau fitoplankton botol 1-20 liter,
disteriisasi menggunakan chlorine 100-1000 ppm, HCl dan dikeringkan di bawah
sinar matahari. Air disaring untuk kultur disterilkan dengan menggunakan
pemberian chlorine 60 ppm dan dinetralkan dengan tisosulfat 20 ppm.
Pengambilan
sampel alga
Untuk mendapatkan
sampel alga atau fitoplankton dapat dilakukan dengan pengambilan langsung dari
alam yaitu perairan laut atau perairan umum lainnya. Sampel dapat diambil dengan
planktonnet T200 atau T150. Dalam skala laboratorium sampel alga di isolasi
dengan menggunakan beberapa macam saringan lalu diperbanyak dalam media yang
baru untuk memperoleh alaga atau fitoplankton yang berkualitas baik.
Persiapan media kultur
Persiapan media kultur
fitoplankton ini sangan penting. Media kultur yang paling baik untuk kultur ini
adalah air laut. Media air laut buatan yang akan digunakan merupakan media dari
campuran air suling, bahan nutrient, dan garam laut buatan. Untuk mengurangi
kontaminasi embuatan media murni sebaiknya disrerilisasikan dengan autoklaf.
Bahan – bahan nutrient yang digunakan ditimbang dan dilarutkan dalam air suling
steril kemudian ditetesi HCl sampai jernih. Bahan nutriendan ferikhlorida
dilarutkan dan diaduk dalam air suling steril. Bahan fosfat sebaiknya
ditambahkan terakhir untuk menghindari pengendapan.
Isolasi alga
Isolasi alga merupakan
pemisahan jenis alga yang diinginkan dari populasi berbagai jenis plankton yang
ada di alam namun, juga untuk memisahkan sau jenis atau mikroalga yang yang
telah terkontaminasi oleh organisme lain. Ada beberapa cara dalam isolasi alga
yaitu metode kait dan pipet, metode isolasi pada cawan petri dan metode sub
kultur berulang.
Pemantauan dan pemeliharaan mutu sel alga
Pemantauan dan
pemeliharaan mutu sel alga dapat dilakukan dengan cara penghitngan sel.
Kepadatan sel mikroalga yang akan dikultur merupakan factor yang penting untuk
di pantau baik selama pemeliharaan kultur atau saat diberikan kepada larva.
inokulasi dan pemeliharaan alga murni dalam kultur penyediaan bibit yang akan
digunakan untuk memproduksi dalam jumlah besar sebaiknya dipelihara dalam ruang
kultur. Suhu rungan sekitar 200C, kebutuhan sinar atau intensitas
cahaya yaitu 250-1000 lux.
Pengamatan dan pemindahan alga bibit
Kegiatan ini sangat
diperlukan untuk menjaga kesinambungan dan kelestarian kultur sehingga
ketersediannya ada setiap saat. Jumlah tabung gelas harus selalu banyak dari
tahap tahap sebelumnya. Bibit kultur alga yang baik harus dipilih dari kultur
yang akan digunakan sebagai bibit inoculum dalam tahap
selanjutnya. Alga atau fitoplankton yang akan digunakan sebagai bibit inoculum
harus pada fase eksponensial. Kultur bibit dalam jumlah sedikit 250-1000 ml
dibawa keruang kultur yang bersuhu 25-27 0C. sterilisasikan sesuai
dengan prosedur.
Air
laut yang digunakan dalam kegiatan kultur harus streril dan dicek salinitasnya.
Menejemen kualitas air perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan
pertumbuhan Chlorella sp.. Intensitas
cahaya yang dibutuhkan dalam tahap ini berkisar 3000-5000 lux. Kegiatan pembenihan
udang sangat tergantung dengan stok fitoplankton yang dikultur. Kultur murni
3-5 liter dapat juga digunakan sebagai bibit kultur massal. Dimana kultur skala
besar dapat dilakukan dalam laboratorium basah.
Cara mengatasi
kontaminasi dalam kegiatan kultur
Kontaminasi
dalam kegiatan kultur fitoplankton pada umumnya sangat merugikan. Karena akan
menggangu pertumbuhan fitoplankton itu sendiri. Maka untuk mengatasi
haltersebut dilakukan penyelamatan kultur dengan cara penyaringan air dengan
seperangkat saringan yang berbeda (1000,500,250,100) mikron. Kontaminasi
tersebut biasanya terjadi karena uap air pada selang penyaring udara terpasang
longgar atau retak sehingga menjadi kaku dan benkok. Adanya kontaminasi dari
udara misalnya mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.
Prosedur dalam keadaan
darurat
Keadaan
darurat yang dimaksud adalah ketika terjadi mati listrik, biasanya terjadi
karena faktor kesalahan manusia. Dan hal ini dapat menggangu kegiatan kultur
terganggu. Pada saat itu fitoplankton yang sedang dikultur dapat stress. Karena
kurangnya suplai oksigen dalam aerasinya, suhu berubah dan lain – lain.
Prioritas yang diberikan adalah dengan menjaga suhu air agar tetap rendah dan
menutup secara rapat ruangan kultur agar udara dalam ruangan tetap sejuk selama
24 jam(Erlina et al., 2003).
Daftar Pustaka
Anonim.2002.
Budidaya Fitoplankton Zooplankton. http://www.google.com. Diakses 1 Juli 2011.
Erlina
A., Aprillyanti S., Basyar AH.A. 2007. Produksi Biomass Spirulina sp. Laboratorium Pakan Alami. Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Payau Jepara.
Lamadi.2009.
Skeletonema Costatum. http://www.google.com. Diakses 24 November 2011.
Siregar
A. 2010. Transparasi Teknik Pendugaan Produktifitas Perairan. Fakultas Biologi
Unsoed, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.