pantai

pantai

Minggu, 13 Desember 2015

Chlorella sp.



KULTUR FITOLANKTON Chlorella sp. SKALA LABORATORIUM

Pendahuluan
Sejalan dengan  pesatnya usaha perikanan, dirasakan sangat besar peranan pakan bagi usaha budidaya ikan, khususnya pada usaha pembenihan ikan.  Hal ini dapat dipahami karena jika di awal hidupnya tidak menemukan pakan yang ukurannya sesuai dengan bukaan mulutnya maka ikan tersebut diperkirakan tidak dapat meneruskan hidupnya. Ketersediaan pakan yang berkualitas baik dengan ukuran yang disesuaikan dengan bukaan mulut ikan sangat diperlukan agar angka mortalitas benih dapat ditekan serendah mungkin.
Pakan merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme yang dibudidayakan. Ketika dalam kondisi normal di alam, keanekaragaman pakan hidup (fitoplankton dan zooplankton) tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat dimanfaatkan dengan efisien. Setiap jenis ikan kebutuhan pakan akan tercukupi, karena ikan mempunyai daya jelajah pada spektrum yang relatif luas. Permasalahan akan kebutuhan pakan biasanya baru akan muncul ketika organisme berada dalam lingkungan budidaya.(Lamadi, 2009). Ketersedian pakan akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Jumlah pakan yang dibutuhkan oleh ikan setiap harinya berhubungan erat dengan ukuran berat dan umur ikan.(Erlina et al., 2003). Ketika ukuran dan umur ikan masih kecil, ikan membutuhkan banyak pasokan pakan yang cukup banyak dan harus disesuaikan dengan ukuran  bukaan mulut ikan. Pakan yang cocok untuk ikan tersebut adalah pakan alami.
Ketersediaan pakan alami di suatu hatchery harus dalam jumlah yang memadai tepat waktu dan berkesinambungan. Plankton merupakan pakan alami yang baik bagi larva ikan ataupun udang pada fase awal pengenalan makanan. Salah satu jenis pakan alami yang sering dibudidayakan yaitu: Chlorella Sp. Masalah klasik yang sering dihadapi oleh pembudidaya ikan atau udang adalah tingginya tingkat kematian larva. Larva udang atau ikan harus mendapatkan makanan dari luar, karena pada stadia ini kuning telur yang dibawa dari lahir habis, sehingga suplai pakan dari luar adalah faktor penting dalam usaha pemeliharaan larva udang selanjutnya. Hampir sebagian besar pembenihan yang ada di Indonesia melakukan kultur untuk penyediaan pakan alami dari jenis Chlorella Sp. (Erlina et al., 2003).
Chlorella merupakan tumbuhan bersel tunggal yang memiliki inti sejati, dan tergolong tumbuhan tingkat rendah. Chlorella juga disebut dengan alga hijau dan dapat hidup di perairan air tawar, dan perairan air laut. Perkembangbiakan Chlorella terjadi secara aseksual, yaitu dengan pembelahan sel atau bisa juga dengan mengeluarkan spora dari induknya. Chlorella sebagai pakan alami ikan ini juga memiliki beberapa keuntungan, seperti mudah dibudidayakan, ukuran yang relatif sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan, kemampuan berkembangbiak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat sehingga ketersediaannya dapat terjamin sepanjang waktu dan biaya yang relatif murah.(Siregar,2010).
     Pakan alami terutama fitoplankton adalah jasad-jasad renik yang melayang dalam air tidak bergerak atau bergerak sedikit dan selalu mengikuti arus. Salah satu pengembangan budidaya pakan alami adalah fitoplankton dari jenis Chlorella. Jenis ini banyak digunakan dalam pembenihan organisme laut dihampir semua hatchery sebagai pakan yang langsung diberikan pada benih ikan atau udang. Menurut Anonim, (2011) Klasifikasi Chlorella vulgaris adalah sebagai berikut:
Kerajaan          : Plantae
Divisi     : Chlorophyta
Kelas      : Chlorophyceae
Ordo      : Chlorococcales
Family   : Oocystaceae
Genus    : Chlorella
Spesies   : Chlorella sp.
     Mengenai pertumbuhan Chlorella yang dinamis merupakan hal penting untuk mencapai produksi fitoplankton ini secara tetap. Ciri-ciri pertumbuhan fitoplankton secara umum ditandai dengan empat fase yang terpisah yaitu sebagai berikut :
     1.            Fase Induksi (Istirahat)
Fase induksi disebut juga sebagai fase istirahat, dimana pada fase ini inokulum yang dimasukkan melakukan metabolism namun belum terjadi pertambahan sel sehingga kepadatannya belum meningkat. Fase ini fitoplankton aktif melakukan sintesa protein dan mulai menyerap nutrient yang terdapat pada media kultur. (Erlina et al., 2003).
     2.            Fase Eksponensial
Fase eksponensial merupakan fase dimana fitoplankton memiliki laju pertumbuhan tetap. Fase ini sel bereproduksi secara cepat, dengan pertumbuhan populasi mencapai maksimal.
     3.            Fase Stasioner
Fase ini merupakan fase dimana pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan fase eksponensial. Pada fase ini laju reproduksi seimbang dengan laju kematian, dengan demikian laju pertumbuhan fitoplankton tetap.
     4.            Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat dari pada laju produksi, sehingga jumlah sel menurun. Penurunan kepadatan fitoplankton ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh temperatur, cahaya, pH, jumlah nutrien yang ada dan lain-lain.
Beberapa factor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup Chlorella yaitu:
a.  Suhu
Suhu merupakan salah satu factor yang mempengaruhi tingkat metabolisme suatu organisme. Suhu optimal bagi Chlorella biasanya 26-290C. pemindahan bibit Chlorella dari ruang kultur penyediaan bibit untuk kultur selanjutnya sampai kultur missal sebaiknya dilakukan pada pagi hari tujuannya untuk menghindari stress bila suhu berubah secara mendadak.
b.  Cahaya
Pertumbuhan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh adanya intensitas cahaya matahari yang digunakan untuk proses fotosintesis. Biasanya dalam kultur skala laboratorium ruang kultur diberikan intensitas cahaya berkisar antara 500-5000 lux. Namun apabila untuk skala massal di ruang terbuka intensitas cahaya lebih baik diberikan dibawah 10.000 lux.
c.   Salinitas
Salinitas atau kadar garam sangat penting diperhatikan dalam kultur fitoplankton khususnnya Chlorella air laut atau air payau. Salinitas yang berubah-ubah dalam air dapat menimbulkan hambatan bagi kultur fitoplankton, sehingga harus diperhatikan dalam menentukan salinitas yang optimum bagi pertumbuhan Chlorella.
d.  Oksigen, Karbondioksida, dan pH
Dalam proses fotosintesis, fitoplanton sebenarnya memproduksi oksigen lebih banyak daripada yang digunkan, namun dengan pemberian aerasi sudah melebihi kebutuhan. Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup untuk kultur fitoplankton. Memberikan aerasi yang mengandung karbondioksida dapat mengembalikan kadar karbondioksida dalam air. Biasanya pula pH yang dibutuhkan oleh fitoplanton air laut antara 7,5-8.
e.   Lingkungan yang bersih
Lingkungan yang bersih dan steril merupakan keharusan dalam pemeliharaan kultur fitoplankton khususnya kultur murni. Sterilisasi dapat menggunakan bahan kimia, disinfektan, UV dll.

f.    Kebutuhan unsur hara
Kebutuhan unsur hara untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan Chlorella ini sangat penting. Unsure hara itu sendiri terdiri dari makronutrien dan mikronutrien. Nitrat dan fosfat merupakan bahan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton dan biasanya digolongkan sebagai makronutrien. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik air laut maupun air tawar. Mikronutrien itu sendiri merupakan bahan-bahan pupuk yang sangat rendah kadarnya. Bahan tersebut berupa bahan anorganik dan organik yang ada di alam.

Teknik kultur
Alat-alat dan peralatan gelas yang diperlukan :
Peralatan utama yang diperlukan adalah:
-Autoklaf untuk sterilisasi wadah dan media kultur
- Mikroskup
- Timbangan dengan kepekaan sedikitnya 10 mg
- Pompa udara atau blower
- Kompor
- Saringan plankton
- Haemacytometer dan hand tally counter untuk menghitung sel
- Kertas pH, refraktometer
- AC
- Kotak isolasi
- Alat pengaduk magnetic dan hot plate
Wadah kultur
- Tabung gelas
- Cawan petri dan tabung Erlenmeyer
- Botol volume 1-20 liter
Lain-lain
- Gelas ukur, beker glas, pipet, pengaduk kaca dan tabung reaksi
- Kapas, tissue, tabung plastic, kain kasa steril, kertas aluminium, jarum osse
- Dissecting kit
- Chlorine test kit dengan tingkat kepekaan 1 ppm
Sterilisasi
     Semua peralatan yang digunakan untuk isolasi, pemindahan dan pemeliharaan kultur murni harus dilakukan sterilisasi termasuk juga peralatan gelas, kapas, kain kasa steril dan media cair atau padat. Sterilisasi dapat dilakukan dengan autokaf pada suhu 121 0C dalam uap air dengan tekanan 1 kg/cm2 selama ± 45 menit. Sebelum dimasukkan ke dalam autoklaf, semua peralatan harus dibungkus terlebih dahulu menggunakan kertas aluminium. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1000 C selama 20 menit sebelum digunakan, pembungkus dibuka bila akan digunakan.
     Tabung reaksi, pipet, tabung plastic dll juga dapat disterilkan melalui pencucian dengan HCl kadar 10-50 % selama beberapa jam. Dalam kultur alga atau fitoplankton botol 1-20 liter, disteriisasi menggunakan chlorine 100-1000 ppm, HCl dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Air disaring untuk kultur disterilkan dengan menggunakan pemberian chlorine 60 ppm dan dinetralkan dengan tisosulfat 20 ppm.
Pengambilan sampel alga
Untuk mendapatkan sampel alga atau fitoplankton dapat dilakukan dengan pengambilan langsung dari alam yaitu perairan laut atau perairan umum lainnya. Sampel dapat diambil dengan planktonnet T200 atau T150. Dalam skala laboratorium sampel alga di isolasi dengan menggunakan beberapa macam saringan lalu diperbanyak dalam media yang baru untuk memperoleh alaga atau fitoplankton yang berkualitas baik.
Persiapan media kultur
Persiapan media kultur fitoplankton ini sangan penting. Media kultur yang paling baik untuk kultur ini adalah air laut. Media air laut buatan yang akan digunakan merupakan media dari campuran air suling, bahan nutrient, dan garam laut buatan. Untuk mengurangi kontaminasi embuatan media murni sebaiknya disrerilisasikan dengan autoklaf. Bahan – bahan nutrient yang digunakan ditimbang dan dilarutkan dalam air suling steril kemudian ditetesi HCl sampai jernih. Bahan nutriendan ferikhlorida dilarutkan dan diaduk dalam air suling steril. Bahan fosfat sebaiknya ditambahkan terakhir untuk menghindari pengendapan.
Isolasi alga
Isolasi alga merupakan pemisahan jenis alga yang diinginkan dari populasi berbagai jenis plankton yang ada di alam namun, juga untuk memisahkan sau jenis atau mikroalga yang yang telah terkontaminasi oleh organisme lain. Ada beberapa cara dalam isolasi alga yaitu metode kait dan pipet, metode isolasi pada cawan petri dan metode sub kultur berulang.
Pemantauan dan pemeliharaan mutu sel alga
Pemantauan dan pemeliharaan mutu sel alga dapat dilakukan dengan cara penghitngan sel. Kepadatan sel mikroalga yang akan dikultur merupakan factor yang penting untuk di pantau baik selama pemeliharaan kultur atau saat diberikan kepada larva. inokulasi dan pemeliharaan alga murni dalam kultur penyediaan bibit yang akan digunakan untuk memproduksi dalam jumlah besar sebaiknya dipelihara dalam ruang kultur. Suhu rungan sekitar 200C, kebutuhan sinar atau intensitas cahaya yaitu 250-1000 lux.
Pengamatan dan pemindahan alga bibit
Kegiatan ini sangat diperlukan untuk menjaga kesinambungan dan kelestarian kultur sehingga ketersediannya ada setiap saat. Jumlah tabung gelas harus selalu banyak dari tahap tahap sebelumnya. Bibit kultur alga yang baik harus dipilih dari kultur yang akan digunakan sebagai bibit inoculum dalam tahap selanjutnya. Alga atau fitoplankton yang akan digunakan sebagai bibit inoculum harus pada fase eksponensial. Kultur bibit dalam jumlah sedikit 250-1000 ml dibawa keruang kultur yang bersuhu 25-27 0C. sterilisasikan sesuai dengan prosedur.
Air laut yang digunakan dalam kegiatan kultur harus streril dan dicek salinitasnya. Menejemen kualitas air perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan pertumbuhan Chlorella sp.. Intensitas cahaya yang dibutuhkan dalam tahap ini berkisar 3000-5000 lux. Kegiatan pembenihan udang sangat tergantung dengan stok fitoplankton yang dikultur. Kultur murni 3-5 liter dapat juga digunakan sebagai bibit kultur massal. Dimana kultur skala besar dapat dilakukan dalam laboratorium basah.
Cara mengatasi kontaminasi dalam kegiatan kultur
Kontaminasi dalam kegiatan kultur fitoplankton pada umumnya sangat merugikan. Karena akan menggangu pertumbuhan fitoplankton itu sendiri. Maka untuk mengatasi haltersebut dilakukan penyelamatan kultur dengan cara penyaringan air dengan seperangkat saringan yang berbeda (1000,500,250,100) mikron. Kontaminasi tersebut biasanya terjadi karena uap air pada selang penyaring udara terpasang longgar atau retak sehingga menjadi kaku dan benkok. Adanya kontaminasi dari udara misalnya mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.
Prosedur dalam keadaan darurat
Keadaan darurat yang dimaksud adalah ketika terjadi mati listrik, biasanya terjadi karena faktor kesalahan manusia. Dan hal ini dapat menggangu kegiatan kultur terganggu. Pada saat itu fitoplankton yang sedang dikultur dapat stress. Karena kurangnya suplai oksigen dalam aerasinya, suhu berubah dan lain – lain. Prioritas yang diberikan adalah dengan menjaga suhu air agar tetap rendah dan menutup secara rapat ruangan kultur agar udara dalam ruangan tetap sejuk selama 24 jam(Erlina et al., 2003).



Daftar Pustaka
Anonim.2002. Budidaya Fitoplankton Zooplankton. http://www.google.com. Diakses 1 Juli 2011.

Erlina A., Aprillyanti S., Basyar AH.A. 2007. Produksi Biomass Spirulina sp. Laboratorium Pakan Alami. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara.

Lamadi.2009. Skeletonema Costatum. http://www.google.com. Diakses 24 November 2011.

Siregar A. 2010. Transparasi Teknik Pendugaan Produktifitas Perairan. Fakultas Biologi Unsoed, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.