pantai

pantai

Kamis, 26 April 2012

PENANGANAN LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN BAHAN BIOREMEDIASI DAN AERASI


ACARA I
PENANGANAN LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN BAHAN BIOREMEDIASI DAN AERASI





 






Disusun Oleh :
Nama               : IDA MULYANI
NIM                : H1I011005
KELOMPOK             : 10










JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2011








I.       PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industry, yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain.
Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, Identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Aerasi dalam penanganan limbah cair sangat diperlukan untuk mensuplai oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk mendekomposisikan bahan organik. Aerasi juga diharapkan untuk mensuplai oksigen untuk respirasi ikan. Pemberian aerasi harus tetap diperhatikan karena apabila aerasi itu mati maka bakteri-bakteri tidak dapat melanjutkan proses dekomposisi karena suplai oksigen rendah.
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Penanganan Limbah Cair Menggunakan Bahan Bioremediasi Dan Aerasi adalah:
a.     Mengetahui pengaruh bahan remediasi dalam penanganan limbah cair.
b.   Mengetahui pengaruh aerasi dalam penanganan limbah cair.














II.    MATERI DAN METODE


2.1.               Materi Praktikum
2.1.1.      Alat
 Alat yang digunakan dalam praktikum adalah ember (20 L), pengaduk, botol air mineral (600 ml), botol winkler (250 ml), labu erlemenyer, biuret statif, gelas ukur, plastik, aerator
2.1.2.      Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah limbah perikanan (5 L), Limbah cair tahu (5 L), MnSO4 1 ml, KOH-KI 1 ml, H2SO4 pekat 1 ml, amilum 1 ml, Na2S2O3, akuades, EM4 dan starbio.
2.2.                     Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada jumat, 7 Oktober 2011, jam 15.00 s/d selesai di laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan UNSOED.
2.3.                     Prosedur Kerja
Ember Plastik diisi limbah cair (perikanan dan limbah tahu) sebanyak 10 L. Limbah cair yang telah dicampur diambil dengan botol winkler sebanyak 250 ml untuk pengukuran oksigen terlarut dan dengan botol mineral 600 ml untuk pengukuran BOD(0-5) yaitu sebelum perlakuan (0 hari) dan setelah perlakuan (5 hari). Perlakuan yang diberikan adalah pemberian pemberian starbio dengan aerasi, starbio dengan non aerasi, EM4 dengan aerasi, EM4 dengan non aerasi, aerasi saja dan non aerasi.



Pengukuran Oksigen Terlarut.
                  Sampel air diambil sebanyak 250 ml sampai tidak ada gelembung, ditambahkan 1 ml larutan MnSO4 dan KOH-KI, kemudian dihomogenkan. Setelah itu dimasukan ke dalamnya larutan H2SO4 pekat sebanyak 1 ml dan homogenkan. Ambil 100 ml dengan gelas ukur dan masukkan ke dalam labu Erlemeyer, serta tambahkan 10 tetes indikator amilum, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai berwarna jernih. Hasil titrasi dicatat dan dimasukan dalam rumus :
Kadar O2 telarut  = x p x q x 8 mg/L
Keterangan :                    
P = jumlah Na2S2O3 yang terpakai (ml)
p = Normalitas larutan Na2S2O3  ( 0,025 N )
8 = Bobot setara O2

Pengukuran BOD
     Sampel air diambil sebanyak 30% dari 500 ml, kemudian diencerkan dengan aquades sampai 500 ml. Sampel air yang telah diencerkandibagi  menjadi 2 botol, yang satu langsung diukur kandungan O2 terlarutnya dan yang satu lagi diukur O2 terlarutnya setelah 5 hari dan dimasukan kedalam rumus :
Kadar BOD = mg/L
Keterangan :
A0 = Oksigen terlarut sampel pada nol hari
A5 = Oksigen terlarut sampel setelah lima hari
S0 = Oksigen terlarut blanko pada nol hari
S5 = Oksigen terlarut blanko setelah lima hari
T   = Persen perbandingan antara A0 : S0
P   = Derajat pengenceran

III.             HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.            Hasil
.Data Oksigenterlarut (DO) & BOD5 sebelum dan setelah perlakuan.
Perlakuan
Harike 0
Harike 5
DO (ppm)
DO0 (ppm)
DO5 (ppm)
BOD5 (0) (ppm)
DO (ppm)
DO0 (ppm)
DO5 (ppm)
BOD5 (5) (ppm)
Starbio + Aerasi (SA)
Tt
3,4
0,6
8,63
2,2
3,8
0,4
62,3
Starbio + Non Aerasi (SN)
Tt
2
0,6
3,25
1,6
5,2
1,2
74,3
EM4 + Aerasi (EA)
Tt
2,6
1,4
3,3
tt
6,6
0,4
25,3
EM4 + Non Aerasi (EN)
Tt
5
0,4
3,22
tt
4,2
0,1
76,3
Aerasai  (A)
Tt
4,2
0,4
11,2
4,6
6
4,8
18,3
Non Aerasi (N)
Tt
4,6
0,1
14,7
tt
4
0,1
185,3

3.2.Pembahasan
Kandungan oksigen terlarut yang diukur dalam praktikum ini adalah pada periode waktu pengukuran hari ke- 0 dan ke-5. Hasil pengamatan pada hari ke-0 menunjukkan kandungan oksigen terlarut di semua perlakuan tidak terdeteksi (TT), sedangkan pada hari ke-5 dengan perlakuan starbio dan aerasi adalah 2,2 ppm, starbio dan non aerasi 1,6 ppm, EM4 dan aerasi tidak terditeksi (TT),  EM4 dan non aerasi tidak terdeksi (TT), aerasi 4,6 ppm, dan non aerasi tidak terditeksi (TT). Hasil pengamatan untuk nilai BOD(5) pada hari ke-0 perlakuan starbio dan aerasi adalah 8,63 ppm, starbio dan non aerasi 3,25 ppm, EM4 dan aerasi 3,3 ppm,  EM4 dan non aerasi 3,22 ppm, aerasi 11,2 ppm, dan non aerasi 14,7 ppm. Hasil pengamatan untuk nilai BOD(5) pada hari ke-5 perlakuan starbio dan aerasi adalah 62,3 ppm, starbio dan non aerasi  74,3 ppm, EM4 dan aerasi  25,3 ppm,  EM4 dan non aerasi 76,3 ppm, aerasi 18,3 ppm, dan non aerasi 185,3ppm.
Berdasarkan hasil pengamatan dalam praktikum nilai BOD sebelum dari semua perlakuan lebih kecil dari pada setelah perlakuan yaitu pada hari ke-5. Hal ini dimungkinkan karena tidak ada pemanfaatan oksigen secara optimal oleh mikroorganisme sehingga nilai BOD5 setelah perlakuan hari ke-5 meningkat. Hasil data praktikum ini berbeda dengan pernyataan Sudaryati (2011), yang menyatakan penurunan nilai BOD5 setelah perlakuan dikarenakan adanya perkembangan mikroorganisme yang berbeda-beda dan adanya proses aersi. Semakin banyak kontak oksigen dengan air semakin banyak limbah cair yang menyerap oksigen sehingga sangat efisien bagi pengurangan nilai BOD5. Menurut Lelawati (2008), menyatakan semakin lama waktu aerasi maka semakin banyak pula oksigen yang terlarut dan didispersikan dalam limbah cair.
Oksigen  terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik.jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi (Anonim, 2011). BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air buangan secara biologi. BOD dan COD digunakan untuk memonitoring kapasitas self purification badan air penerima (Hunum, 2002).
Hubungan oksigen terlarut (DO) dengan BOD adalah, BOD merupakan nilai yang menunjukan banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Kandungan BOD untuk tingkat pencemaran perairan adalah 0-10 tercemar rendah, 10-20 tercemar sedang dan >25 tercemar tinggi (Wirosarjono, 1974).














IV.           KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.         Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Bahan bioremediasi sangat membantu dalam proses penggolahan limbah cair karena memanfaatkan mikroorganisme untuk merombak bahan organik.
2.      Aerasi dalam penanganan limbah cair berfungsi untuk mensuplai oksigen.
4.2.         Saran
Sebaiknya dalam penanganan limbah cair dengan metode bioremedisi diperlukan aerasi yang cukup untuk mensuplai oksigen.












DAFTAR PUSTAKA
Aguskrisno.2011. Bioremediasi Lingkungan Berpolutan. Diakses www.google.com 19 November 2011.
Anonim. 2011. Chemical Engineering. Diakses www.google.com 19 November 2011.
Hunum F. 2002. Proses Pengolahan  Ai Sungai Untuk Keperluan Air Minum. Diakses www.google.com 19 November 2011.
Lelawati.2008.penurunan Kadar Polutan Pada pengolahan limbah Industri Karet Dengan Proses Aersi Dan Koagulasi. Media Infotama. Volume :3 Nomer 6.
PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp.
Sudaryati.2011. Pemanfaatan Sedimen perairan tercemar Sebagai Bahan Lumpur Aktif Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Ecotrophic. Volume :2 Nomer 1 ISSN 1907-5626. Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Udayana.
WIROSARJONO, S. 1974. Masalah-masalah yang dihadapi dalam penyusunan criteria kualitas air guna berbagai peruntukan. PPMKL-DKI Jaya, Seminar Pengelolaan Sumber Daya Air. , eds. Lembaga Ekologi UNPAD. Bandung, 27 - 29 Maret 1974, hal 9 - 15




Tidak ada komentar:

Posting Komentar