ACARA
I
PENANGANAN
LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN BAHAN BIOREMEDIASI DAN AERASI
Disusun
Oleh :
Nama
: IDA MULYANI
NIM
: H1I011005
KELOMPOK
: 10
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2011
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bioremediasi
merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan.
Bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut,
sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Banyak kasus, biotransformasi
berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya
menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan
tidak beracun. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah
buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi),
yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industry, yang termasuk dalam
polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan
senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan
lain-lain.
Banyak
aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang
sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh
pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh
mikroorganisme, Identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan
kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode
enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang
bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana
mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Aerasi
dalam penanganan limbah cair sangat diperlukan untuk mensuplai oksigen yang
dibutuhkan bakteri untuk mendekomposisikan bahan organik. Aerasi juga
diharapkan untuk mensuplai oksigen untuk respirasi ikan. Pemberian aerasi harus
tetap diperhatikan karena apabila aerasi itu mati maka bakteri-bakteri tidak
dapat melanjutkan proses dekomposisi karena suplai oksigen rendah.
1.2.
Tujuan
Tujuan
dari praktikum Penanganan Limbah Cair Menggunakan Bahan Bioremediasi Dan Aerasi
adalah:
a. Mengetahui pengaruh bahan remediasi dalam
penanganan limbah cair.
b. Mengetahui
pengaruh aerasi dalam penanganan limbah cair.
II.
MATERI
DAN METODE
2.1.
Materi
Praktikum
2.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah
ember (20 L), pengaduk, botol air mineral (600 ml), botol winkler (250 ml),
labu erlemenyer, biuret statif, gelas ukur, plastik, aerator
2.1.2.
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam praktikum adalah limbah perikanan (5 L), Limbah cair tahu
(5 L), MnSO4 1 ml, KOH-KI 1 ml, H2SO4 pekat 1
ml, amilum 1 ml, Na2S2O3, akuades, EM4 dan
starbio.
2.2.
Waktu dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan pada jumat, 7 Oktober 2011, jam 15.00 s/d selesai di laboratorium
Jurusan Perikanan dan Kelautan UNSOED.
2.3.
Prosedur Kerja
Ember
Plastik diisi limbah cair (perikanan dan limbah tahu) sebanyak 10 L. Limbah
cair yang telah dicampur diambil dengan botol winkler sebanyak 250 ml untuk
pengukuran oksigen terlarut dan dengan botol mineral 600 ml untuk pengukuran
BOD(0-5) yaitu sebelum perlakuan (0 hari) dan setelah perlakuan (5
hari). Perlakuan yang diberikan adalah pemberian pemberian
starbio dengan aerasi, starbio dengan non aerasi, EM4 dengan aerasi, EM4 dengan
non aerasi, aerasi saja dan non aerasi.
Pengukuran
Oksigen Terlarut.
Sampel air diambil sebanyak 250 ml sampai
tidak ada gelembung, ditambahkan 1 ml larutan MnSO4 dan KOH-KI,
kemudian dihomogenkan. Setelah itu dimasukan ke dalamnya larutan H2SO4
pekat sebanyak 1 ml dan homogenkan. Ambil 100 ml dengan gelas ukur dan masukkan
ke dalam labu Erlemeyer, serta tambahkan 10 tetes indikator amilum, kemudian
dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai
berwarna jernih. Hasil titrasi dicatat dan dimasukan dalam rumus :
Kadar
O2 telarut = x p x q x 8 mg/L
Keterangan
:
P = jumlah Na2S2O3
yang terpakai (ml)
p = Normalitas
larutan Na2S2O3
( 0,025 N )
8 = Bobot setara
O2
Pengukuran BOD
Sampel air diambil sebanyak 30% dari 500
ml, kemudian diencerkan dengan aquades sampai 500 ml. Sampel air yang telah
diencerkandibagi menjadi 2 botol, yang satu
langsung diukur kandungan O2 terlarutnya dan yang satu lagi diukur O2
terlarutnya setelah 5 hari dan dimasukan kedalam rumus :
Kadar BOD = mg/L
Keterangan :
A0 = Oksigen terlarut sampel
pada nol hari
A5 = Oksigen terlarut sampel
setelah lima hari
S0 = Oksigen terlarut blanko
pada nol hari
S5 = Oksigen terlarut blanko
setelah lima hari
T
= Persen perbandingan antara A0 : S0
P = Derajat pengenceran
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Hasil
.Data
Oksigenterlarut (DO) & BOD5 sebelum dan setelah perlakuan.
Perlakuan
|
Harike 0
|
Harike 5
|
||||||
DO (ppm)
|
DO0 (ppm)
|
DO5 (ppm)
|
BOD5 (0) (ppm)
|
DO (ppm)
|
DO0 (ppm)
|
DO5 (ppm)
|
BOD5 (5) (ppm)
|
|
Starbio
+ Aerasi (SA)
|
Tt
|
3,4
|
0,6
|
8,63
|
2,2
|
3,8
|
0,4
|
62,3
|
Starbio
+ Non Aerasi (SN)
|
Tt
|
2
|
0,6
|
3,25
|
1,6
|
5,2
|
1,2
|
74,3
|
EM4 +
Aerasi (EA)
|
Tt
|
2,6
|
1,4
|
3,3
|
tt
|
6,6
|
0,4
|
25,3
|
EM4 +
Non Aerasi (EN)
|
Tt
|
5
|
0,4
|
3,22
|
tt
|
4,2
|
0,1
|
76,3
|
Aerasai (A)
|
Tt
|
4,2
|
0,4
|
11,2
|
4,6
|
6
|
4,8
|
18,3
|
Non
Aerasi (N)
|
Tt
|
4,6
|
0,1
|
14,7
|
tt
|
4
|
0,1
|
185,3
|
3.2.Pembahasan
Kandungan
oksigen terlarut yang diukur dalam praktikum ini adalah pada periode waktu
pengukuran hari ke- 0 dan ke-5. Hasil pengamatan pada hari ke-0 menunjukkan
kandungan oksigen terlarut di semua perlakuan tidak terdeteksi (TT), sedangkan
pada hari ke-5 dengan perlakuan starbio dan aerasi adalah 2,2 ppm, starbio dan
non aerasi 1,6 ppm, EM4 dan aerasi tidak terditeksi (TT), EM4 dan non aerasi tidak terdeksi (TT),
aerasi 4,6 ppm, dan non aerasi tidak terditeksi (TT). Hasil pengamatan untuk
nilai BOD(5) pada hari ke-0 perlakuan starbio dan aerasi adalah 8,63
ppm, starbio dan non aerasi 3,25 ppm, EM4 dan aerasi 3,3 ppm, EM4 dan non aerasi 3,22 ppm, aerasi 11,2 ppm,
dan non aerasi 14,7 ppm. Hasil pengamatan untuk nilai BOD(5) pada
hari ke-5 perlakuan starbio dan aerasi adalah 62,3 ppm, starbio dan non
aerasi 74,3 ppm, EM4 dan aerasi 25,3 ppm,
EM4 dan non aerasi 76,3 ppm, aerasi 18,3 ppm, dan non aerasi 185,3ppm.
Berdasarkan
hasil pengamatan dalam praktikum nilai BOD sebelum dari semua perlakuan lebih
kecil dari pada setelah perlakuan yaitu pada hari ke-5. Hal ini dimungkinkan
karena tidak ada pemanfaatan oksigen secara optimal oleh mikroorganisme
sehingga nilai BOD5 setelah perlakuan hari ke-5 meningkat. Hasil data praktikum
ini berbeda dengan pernyataan Sudaryati (2011), yang menyatakan penurunan nilai
BOD5 setelah perlakuan dikarenakan adanya perkembangan mikroorganisme yang
berbeda-beda dan adanya proses aersi. Semakin banyak kontak oksigen dengan air
semakin banyak limbah cair yang menyerap oksigen sehingga sangat efisien bagi
pengurangan nilai BOD5. Menurut Lelawati (2008), menyatakan semakin lama waktu
aerasi maka semakin banyak pula oksigen yang terlarut dan didispersikan dalam
limbah cair.
Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen
terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara.
Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan
makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu
perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti
aksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka
kualitas air semakin baik.jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan
menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja
terjadi (Anonim, 2011). BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme
untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air
buangan secara biologi. BOD dan COD digunakan untuk memonitoring kapasitas self
purification badan air penerima (Hunum, 2002).
Hubungan oksigen
terlarut (DO) dengan BOD adalah, BOD merupakan nilai yang menunjukan banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada
kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini
digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari
proses oksidasi (PESCOD,1973). Kandungan BOD untuk tingkat pencemaran perairan
adalah 0-10 tercemar rendah, 10-20 tercemar sedang dan >25 tercemar tinggi
(Wirosarjono, 1974).
IV.
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Bahan
bioremediasi sangat membantu dalam proses penggolahan limbah cair karena
memanfaatkan mikroorganisme untuk merombak bahan organik.
2.
Aerasi
dalam penanganan limbah cair berfungsi untuk mensuplai oksigen.
4.2.
Saran
Sebaiknya
dalam penanganan limbah cair dengan metode bioremedisi diperlukan aerasi yang
cukup untuk mensuplai oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
Aguskrisno.2011. Bioremediasi Lingkungan Berpolutan. Diakses www.google.com 19 November 2011.
Anonim. 2011. Chemical Engineering. Diakses www.google.com 19 November 2011.
Hunum F. 2002. Proses Pengolahan
Ai Sungai Untuk Keperluan Air Minum. Diakses www.google.com 19 November 2011.
Lelawati.2008.penurunan Kadar Polutan Pada pengolahan limbah
Industri Karet Dengan Proses Aersi Dan Koagulasi. Media Infotama. Volume :3
Nomer 6.
PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream
Standards for Tropical Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp.
Sudaryati.2011. Pemanfaatan Sedimen perairan tercemar Sebagai
Bahan Lumpur Aktif Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Ecotrophic. Volume
:2 Nomer 1 ISSN 1907-5626. Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas
Udayana.
WIROSARJONO, S. 1974.
Masalah-masalah yang dihadapi dalam penyusunan criteria kualitas air guna
berbagai peruntukan. PPMKL-DKI Jaya, Seminar
Pengelolaan Sumber Daya Air. ,
eds. Lembaga Ekologi UNPAD.
Bandung, 27 - 29 Maret 1974, hal 9 - 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar